– Meskipun Indonesia telah berhasil memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, tetapi perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan yang begitu sulit untuk diraih ternyata masih berlanjut. Setelah terjadi pertempuran di awal kemerdekaan akibat adanya agresi militer Belanda 1 yang berakhir dengan sebuah perjanjian, yaitu Perjanjian Renville’ pada Agustus 1947, Belanda kembali melancarkan aksi militernya dalam agresi militer Belanda 2 yang terjadi pada 19 Desember Kejadian Agresi Militer Belanda 2Agresi ini diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir, dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatera yang dipimpin oleh Sjafruddin hari pertama Agresi Militer Belanda 2, Belanda menerjunkan pasukannya di Pangkalan Udara Maguwo dan dari sana menuju ke Ibukota Republik Indonesia di Yogyakarta. Kabinet pun mengadakan sidang kilat. Dalam sidang itu diambil keputusan bahwa pimpinan negara tetap tinggal dalam kota agar dekat dengan Komisi Tiga Negara KTN sehingga kontak-kontak diplomatik dapat diadakan. Serangan terhadap kota Yogyakarta juga dimulai dengan pemboman serta menerjunkan pasukan payung di kota. Di daerah-daerah lain di Jawa antara lain di Jawa Timur, dilaporkan bahwa penyerangan bahkan telah dilakukan sejak tanggal 18 Desember malam hari. Segera setelah mendengar berita bahwa tentara Belanda telah memulai serangannya, Panglima Besar Jenderal Soedirman mengeluarkan perintah kilat yang dibacakan di radio tanggal 19 Desember 1948 pukul Saat itu Jenderal Soedirman dalam keadaan sakit melaporkan diri kepada Presiden. Beliau didampingi oleh Kolonel Simatupang, Komodor Suriadarma serta dr. Suwondo, dokter pribadinya. Kabinet pun mengadakan sidang dari pagi sampai siang mempertimbangkan segala kemungkinan yang dapat terjadi, akhirnya Pemerintah Indonesia memutuskan untuk tidak meninggalkan Ibukota. Mengenai hal-hal yang dibahas serta keputusan yang diambil adalam sidang kabinet tanggal 19 Desember 1948. Berhubung Jenderal Soedirman masih sakit, Presiden berusaha membujuk supaya tinggal dalam kota, tetapi Jenderal Sudirman menolak. Jenderal Simatupang mengatakan sebaiknya Presiden dan Wakil Presiden ikut bergerilya. Tetapi setelah dilakukan pemungutan suara, hampir seluruh Menteri yang hadir mengatakan, Presiden dan Wakil Presiden tetap tinggal di dalam dengan rencana yang telah dipersiapkan oleh Dewan Siasat, yaitu basis pemerintahan sipil akan dibentuk di Sumatera, maka Presiden dan Wakil Presiden membuat surat kuasa yang ditujukan kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran yang sedang berada di Bukittinggi. Presiden dan Wakil Presiden mengirim surat kepada Syafruddin Prawiranegara yang menyatakan bahwa ia diangkat sementara membentuk satu kabinet dan mengambil alih Pemerintah Pusat. Pemerintahan Syafruddin ini kemudian dikenal dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia’.Perlawanan terhadap Agresi Militer Belanda 2Jenderal Soedirman yang saat itu menjabat sebagai panglima besar dan sedang mengalami sakit berat, menghindari serangan pasukan Belanda dengan cara berpindah-pindah tempat. Meskipun sakit dan harus ditandu, beliau tetap memimpin pasukan gerilya TNI. Pada 1 Maret 1949, TNI melakukan serangan umum terhadap Yogyakarta yang sudah diduduki Belanda. Serangan ini dipimpin oleh Letkol Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Komandan Brigade 10 daerah Wehrkereise III yang membawahi Yogyakarta. Derangan ini dkenal sebagai Serangan Umum 1 Maret’.Serangan oleh TNI ini dilakukan dengan serempak melalui berbagai penjuru kota. Hal ini membuat pasukan Belanda sangat terkejut dan sulit mengendalikan keadaan. Saat itu, TNI berhasil menguasai Yogyakarta meskipun hanya berlangsung singkat sekitar 6 jam mulai pukul hingga 12 siang WIB. Serangan singkat ini memiliki beberapa makna yang bisa dijadikan sebagai modal moral untuk bertempur selanjutnya, antara lain Meningkatkan moral TNI dan rakyat yang tengah berjuangMematahkan moral pasukan BelandaMembuka mata dunia internasional jika TNI masih memiliki kekuatan dan kemampuan untuk menyerang sekaligus menunjukkan kalau Republik Indonesia masih adaReaksi Dunia terhadap Agresi Militer Belanda 2Agresi militer yang dilakukan oleh Belanda, baik itu 1 dan 2 tentunya dilihat oleh mata dunia internasional, dan hal itu membuat Belanda mendapat kecaman dari dunia internasional. Bahkan dunia internasional pun mendukung perjuangan bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaannya. Negara-negara boneka bentukan Belanda, seperti Negara Indonesia Timur dan Negara Pasundan juga ikut mengutuk tindakan agresi militer Belanda 2. Pada tanggal 20 – 23 Januari 1949, atas usulan Burma Myanmar dan India, digelarlah Konferensi Asia’ di New Delhi, India. Konferensi yang dihadiri oleh beberapa negara di Asia, Afrika, dan Australia telah menghasilkan sebuah resolusi tentang permasalahan Indonesia yang kemudian disampaikan kepada Dewan Keamanan pun mengutuk agresi militer Belanda 2 sebab menurut pandangan PBB, Belanda sudah secara terang-terangan menginjak-injak kesepakatan dalam Perjanjian Renville’ yang saat itu ditandatangai di depan KTN dan wakil dari PBB. Pada 4 Januari 1949, Dewan Keamanan PBB pun mengeluarkan resolusi supaya Indonesia dan Belanda segera menghentikan permusuhan dan kembali ke meja perundingan. Setelah itu ada 3 perundingan penting yang dijalankan oleh kedua negara, yaituRoem-RoyenKonferensi Inter-IndonesiaKonferensi Meja Bundar
Agresiadalah perilaku. Terdapat unsur kesengajaan. Sasaran atau objek yakni mahluk hidup, khususnya manusia. Terdapat upaya untuk menghindar yang dilakukan oleh korban. Sedangkan pengertian agresi militer merupakan suatu tindakan menyakiti dan juga membahayakan jiwa manusia, perusakan barang serta tindakan destruktif lainnya yang dilakukanKomisiJasa Baik (Komisi Tiga Negara) Lembaga ini dibentuk pada tanggal 25 Agustus 1947 sebagai reaksi PBB terhadap Agresi Militer Belanda I. Lembaga ini beranggotakan 3 negara : Australia (dipilih oleh Indonesia) : Richard Kirby. Belgia (dipilih oleh Belanda) : Paul Van Zealand. Amerika Serikat (pihak netral) : dr. Frank Graham.- Dini hari tanggal 21 Juli 1947, tepat hari ini 71 tahun lalu, ibu kota Republik lebih ramai dari biasanya. Belanda mengerahkan ratusan serdadu untuk mengambilalih paksa daerah-daerah di wilayah Sumatra dan Jawa yang, menurut kesepakatan sebelumnya, merupakan wilayah Republik Indonesia. Penjajah yang kembali datang ke Nusantara itu melancarkan aksi brutalnya Agresi Militer Belanda adalah aksi polisionil resmi Belanda sejak Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945. Letnan Gubernur Jenderal Johannes van Mook menyebut aksi militer ini dengan istilah “Operatie Product”. Van Mook menegaskan bahwa hasil Perundingan Linggarjati yang resmi disepakati pada 25 Maret 1947 tidak berlaku lagi. Belanda punya perbedaan tafsir terkait status kemerdekaan RI dan juga hasil Perundingan Linggarjati sehingga agresi militer pun dilakukan. Dan ini bukan yang terakhir. Nantinya, kendati Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa DK-PBB ikut turun tangan, Belanda kembali menggencarkan operasi militernya setelah aksi tanpa etika yang pertama Rela Kehilangan Jajahan Pada 1942, Belanda harus meninggalkan wilayah luas yang telah sangat lama dikangkanginya karena kekalahan dari Jepang dalam Perang Asia Timur Raya atau salah satu fragmen penting Perang Dunia II. Bumi pertiwi gantian dijajah Jepang hingga pada 17 Agustus 1945 Sukarno-Hatta menyatakan kemerdekaan beberapa hari rakyat Indonesia menikmati alam merdeka, penjajah dari Barat datang lagi. Belanda yang kali ini beralih-rupa dengan nama NICA Netherland Indies Civil Administration membonceng pasukan Sekutu selaku pemenang Perang Asia Timur Raya. Tanggal 23 Agustus 1945, pasukan Sekutu dan NICA mendarat di Sabang, Aceh. Selanjutnya, mereka tiba di Jakarta pada 15 September 1945 Akhmad Iqbal, Perang-perang Paling Berpengaruh di Dunia, 2010139. Selain membantu Sekutu untuk melucuti tentara Jepang yang tersisa, NICA di bawah pimpinan van Mook atas perintah Kerajaan Belanda membawa kepentingan lain. Van Mook bertugas menjalankan pidato Ratu Wilhelmina terkait staatkundige concept atau konsepsi kenegaraan di Indonesia. Pidato pada 6 Desember 1942 melalui siaran radio itu menyebut bahwa di kemudian hari akan dibentuk sebuah persemakmuran antara Kerajaan Belanda dan Hindia Indonesia di bawah naungan Kerajaan Belanda Efendi & Doloksaribu, Revolusi Kemerdekaan Indonesia 1945-1950, 2005 298.Namun, van Mook harus gigit jari karena respons rakyat Indonesia tidak seperti yang dibayangkannya. Indonesia kini sudah menjadi negara berdaulat, punya tatanan pemerintahan yang berfungsi nyata, serta didukung puluhan juta rakyat yang siap mengorbankan jiwa dan raga demi mempertahankan kemerdekaan. Bahwa ada orang-orang Indonesia yang menginginkan kembali kekuasaan Belanda itu juga benar. Namun kenyataan yang gamblang, bahwa rakyat yang dulunya merupakan kawula Hindia Belanda juga menginginkan kemerdekaan, sungguh tidak bisa disangkal van Mook—betapa pun ia mencoba menutup-nutupinya. Meskipun sempat digelar perundingan, namun van Mook tetap tidak rela kehilangan wilayah jajahan yang dulu menghidupi Belanda selama beratus-ratus tahun lamanya. Ia pun mempersiapkan serangan serentak untuk menduduki wilayah-wilayah Tafsir Berakhir Getir Kemerdekaan adalah hak segala bangsa, dan itulah yang telah dinyatakan lewat Proklamasi 17 Agustus 1945. Berdasarkan proklamasi kemerdekaan tersebut, Indonesia menjadi negara berdaulat dan berhak mempertahankan kedaulatannya atas seluruh wilayah bekas wilayah Hindia Belanda Wolhoff, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Republik Indonesia, 1960 87.Di sisi lain, Belanda juga merasa masih berhak memiliki bekas wilayah jajahannya dulu, secara de jure atau berdasarkan aturan hukum yang berlaku. Dilihat dari segi hukum internasional, pendudukan suatu negara dalam perang memang tidaklah mengubah kedudukan hukum wilayah yang sebelumnya diduduki T. Suherly, Sejarah Perang Kemerdekaan Indonesia, 1971 8. Atas dasar itulah, dengan menyerahnya Jepang, Belanda merasa berhak menguasai kembali wilayah bekas jajahannya meskipun Indonesia telah memproklamirkan kemerdekaan. Apalagi Belanda sudah bersepakat dengan Sekutu, dalam hal ini adalah Inggris, melalui Civil Affairs Agreement yang digelar di Chequers, dekat London, pada 24 Agustus 1945, atau sepekan setelah proklamasi kemerdekaan kesepakatan itu, Inggris yang akan mengurusi tawanan perang dan melucuti tentara Jepang memperbolehkan Belanda NICA ikut serta untuk menduduki wilayah Indonesia, terutama bagian barat Djamhari, Sejarah Nasional Indonesia Edisi Pemutakhiran Zaman Jepang dan Zaman Republik, 2011 27. Inggris berjanji akan menyerahkan wilayah Indonesia kepada Belanda pada 30 November 1945. Sementara untuk wilayah Indonesia bagian timur, Belanda akan masuk bersama pasukan Australia yang merupakan sekutu setia Inggris, dan selanjutnya menerima kekuasaan atas kawasan tersebut. Kehendak itu tentu saja bertentangan dengan kedaulatan yang telah dicapai oleh rakyat Indonesia dan berujung pada terjadinya aksi militer Belanda F. Sugeng Istanto, Death and Ritual in Renaissance Florence, 1992 141.Ingkar Janji Demi Ambisi Perjanjian resmi pertama yang dilakukan Belanda dan Indonesia setelah kemerdekaan adalah Perundingan Linggarjati. Van Mook bertindak langsung sebagai wakil Belanda, sedangkan Indonesia mengutus Soetan Sjahrir, Mohammad Roem, Susanto Tirtoprojo, dan Gani. Inggris sebagai pihak penengah diwakili oleh Lord ini menghasilkan sejumlah kesepakatan 1 Belanda mengakui Jawa dan Madura sebagai wilayah RI secara de facto; 2 Belanda meninggalkan wilayah RI paling lambat 1 Januari 1949; 3 Belanda dan Indonesia sepakat membentuk negara RIS Republik Indonesia Serikat; 4 RIS menjadi negara persemakmuran di bawah naungan negeri Belanda Ide Anak Agung Gde Agung, Persetujuan Linggarjati, 1995164.Isi kesepakatan ini tentu saja merugikan Indonesia karena pada akhirnya nanti tetap saja menjadi bawahan Belanda, dan sempat terjadi pro-kontra. Namun, para petinggi pemerintahan RI kala itu terpaksa sepakat karena bagaimanapun juga, jalan damai adalah pilihan utama, serta belum cukup kuatnya angkatan perang yang dimiliki Indonesia. Namun, realisasi di lapangan tidak sepenuhnya berjalan mulus. Beberapa kali pasukan Belanda berulah dan memicu bentrokan di sejumlah daerah. Hingga akhirnya, tanggal 15 Juli 1947, van Mook mengeluarkan ultimatum agar RI menarik mundur pasukan sejauh 10 kilometer dari garis demarkasi yang telah disepakati Abdul Haris Nasution, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, 1991439.Kehendak Belanda tersebut tentu saja ditolak oleh pemerintah RI. Van Mook semakin murka dan pada 20 Juli 1947 ia menyatakan melalui siaran radio bahwa Belanda tidak terikat lagi pada hasil Perundingan Linggarjati. Kurang dari 24 jam setelah itu, Agresi Militer Belanda I pun Terjal Demi Pengakuan Resmi Pemerintah RI melaporkan agresi itu kepada PBB bahwa Belanda telah melanggar Perundingan Linggarjati. PBB langsung merespons dengan mengeluarkan resolusi tertanggal 1 Agustus 1947 yang isinya menyerukan agar konflik bersenjata dihentikan. PBB bahkan mengakui eksistensi RI dengan menyebut nama “Indonesia”, bukan “Netherlands Indies” atau “Hindia Belanda” dalam setiap keputusan resminya. Desakan PBB dan dunia internasional membuat nyali Belanda ciut. Tanggal 15 Agustus 1947, pemerintah Kerajaan Belanda menyatakan akan menerima resolusi DK-PBB untuk menghentikan agresi militernya Nyoman Dekker, Sejarah Revolusi Indonesia, 1989 75. Gencatan senjata memang akhirnya tercipta, tapi hanya untuk sementara. Belanda kembali mengingkari janji dalam perjanjian yang disepakati berikutnya dengan menggencarkan operasi militer yang lebih besar pada 19 Desember 1948. Inilah yang dikenal dengan Agresi Militer Belanda melalui berbagai polemik yang berpuncak pada Serangan Umum 1 Maret 1949 dan semakin membuka mata dunia bahwa Indonesia masih ada dan sanggup berdiri sendiri sebagai negara merdeka, Kerajaan Belanda akhirnya mengakui kedaulatan RI secara penuh pada 27 Desember 1949.==========Artikel ini pernah ditayangkan pada 21 Juli 2017 di bawah judul "Saat Belanda Membatalkan Sepihak Perjanjian Linggarjati". Kami menyuntingnya kembali untuk ditampilkan di rubrik Mozaik. - Humaniora Penulis Iswara N RadityaEditor Ivan Aulia Ahsan . 103 367 386 5 119 305 418 314